Meski para ulama
hampir seluruhnya sepakat tentang kewajiban mengganti shalat fardhu yang
ditinggalkan di masa lalu, namun kalau bicara tentang bagaimana teknis dalam
mengerjakannya, memang mengundang khilafiyah.
Mengapa teknis
shalat qadha' ini masih terbilang khilafiyah?
Penjelasannya
sederhana saja, yaitu karena memang tidak ada contoh cara mengganti shalat yang
ditinggalkan itu di masa Rasulullah SAW, atau juga di masa shahabat, bahkan
juga tidak kita temukan dari masa tabi'in dan generasi salaf berikutnya.
Mengapa tidak ada
contohnya?
Karena cerita orang
sudah baligh tapi tidak shalat itu memang tidak pernah di masa Rasulullah SAW
dahulu. Boro-boro meninggalkan shalat, lha wong cuma nggak ikut shalat
berjamaah ke masjid saja, beliau SAW sampai mengancam mau membakar rumahnya.
Maka wajar kalau
kita memang tidak menemukan contoh bagaimana tata cara mengganti shalat yang
tidak dikerjakan sampai setahun lamanya. Kalau sampai terjadi, pasti orang itu
sudah dihukum dengan sangat keras, sampai mau shalat.
Kalau ada orang yang
sampai tidak shalat sampai setahun, kejadiannya cuma di negeri kita sekarang
ini saja. Lantaran umat Islam di negeri kita ini rata-rata memeluk agama Islam
sekedar berdasarkan keturunan saja, asal KTP-nya tertulis beragama Islam. Sementara
dari sisi pengamalan dan pelaksanaan, terus terang kita masih harus mengurut
dada.
Coba kita perhatikan
pada waktu sore hari saat jam pulang kantor, Jakarta dan sekitarnya penuh
dengan kendaraan yang macet total berjam-jam. Ketika kumandang adzan Maghrib
terdengar, coba hitung berapa dari mereka yang kemudian masuk ke masjid untuk
shalat, dan berapa yang tetap asyik dengan kemacetan mereka.
Tanpa harus
bersu'uzdhan, tetapi faktanya kita menemukan lebih banyak yang tidak shalat
ketimbang yang shalat. Padahal waktu shalat Maghrib itu sangat terbatas.
Mungkin sebagian mereka yang tidak shalat berasalan, toh nanti bisa dijamak di
rumah, jadi tidak apa-apa kalau pas waktu macet tidak shalat.
Yang terasa sakit di
dada kalau mendengar alasan itu dari mereka yang sebenarnya orang baik, shalih,
bahkan rajin mengaji dan hadir di majelis taklim. Kok bisa-bisanya macet
membolehkan shalat Maghrib dijamak dengan Isya' di rumah. Ilmu dari mana yang
dipelajarinya? Siapa yang mengajarkan ilmu sesat seperti ini?
Tetapi itulah
Indonesia dengan rakyatnya yang 83% muslim, mereka nyaris tidak tahu bahwa
shalat itu wajib dan kalau ditinggalkan wajib untuk diganti. Sehingga kalau
saya perkirakan, jangan-jangan kasus dimana ada orang Islam tapi tidak shalat
selama bertahun-tahun itu bukan cuma satu atau dua kasus, tetapi jangan-jangan
semuanya begitu.
Betapa rusaknya
pemahaman agama kita kalau demikian faktanya. Dan itu masih diperparah dengan
fatwa yang membolehkan orang tidak perlu mengganti, cukup dengan memperbanyak
shalat sunnah dan sedekah. Maka lengkap lah sudah permasalahan.
Ijitihad Dalam
Teknis Mengganti Shalat
Sebagian ulama
menjelaskan bahwa meski shalat sudah lama ditinggalkan, namun bukan berarti
kita sudah terlepas dari beban kewajiban untuk mengerjakannya. Tidak demikian.
Yang benar adalah bahwa nanti di akhirat kita akan tetap dimintai
pertanggung-jawaban atas shalat yang pernah kita tinggalkan.
Jadi prinsipnya
shalat itu tetap harus diganti. Adapun masalah waktunya, karena sudah terlewat,
maka sudah tidak lagi terikat dengan waktu aslinya.
Coba perhatikan,
ketika Rasulullah SAW tanpa sengaja meninggalkan shalat shubuh bersama para
shahabat beliau lantaran ketiduran, kapan kah beliau menggantinya? Apakah
menunggu keesokan harinya biar jatuhnya pas waktu shubuh juga?
Ternyata tidak
demikian. Beliau dan para shahabat shalat shubuh begitu bangun dari tidur, yang
pada saat itu matahari sudah terbit. Artinya, waktunya bukan lagi waktu shubuh,
tetapi sudah masuk waktu dhuha'. Bahkan beliau mengatakan bahwa siapa yang lupa
mengerjakan shalat, maka segeralah dia shalat begitu ingat.
Oleh karena itu
tidak ada ketentuan untuk mengganti shalat yang terlewat itu harus dikerjakan
pada waktu shalat tertentu, sesuai dengan waktu shalat aslinya. Silahkan saja
mengganti shalat shubuh di waktu dhuha', atau waktu Dzhuhur, Ashar, Maghrib,
Isya atau kapan pun. Yang penting shalat itu harus diganti.
Cuma kalau mengganti
shalat itu juga harus tahu, berapa jumlah shalat yang ditinggalkan agar kita
tahu juga berapa kali shalat yang harus dilakukan untuk penggantian. Misalnya
ada orang pernah selama setahun penuh tidak shalat lima waktu, maka kita bisa
perkirakan bahwa dalam setahun itu ada 365 hari. Maka untuk mengganti
shalatnya, ya kita lakukan sebanyak jumlah hari yang kita tinggalkan.
Ada beberapa cara
yang bisa dilakukan, walau pun tidak ada dasar haditsnya :
Cara Pertama :
Menggabung Lima Shalat Dalam Satu Paket
Maksudnya kita
shalat lima kali, yaitu Dzhuhur dulu 4 rakaat hingga salam. Selesai itu
kemudian kita shalat Ashar 4 rakat kemudian salam. Selesai itu kemudian kita
shalat Maghrib 3 rakat kemudian salam. Selesai itu kemudian kita shalat Isya' 4
rakat kemudian salam. Dan terakhir kita shalat 2 rakat shubuh hingga. Ini bisa
kita kerjakan dalam satu rangkaian.
Dan tidak tertutup
kemungkinan kita kerjakan dalam sehari tidak hanya satu paket, tetapi boleh
saja dua paket, tiga paket atau terserah kita.
Ada juga yang
mencicilnya dalam sehari semalam 5 paket. Begitu selesai shalat shubuh, dia
kerjakan satu paket yang terdiri dari lima kali shalat. Nanti setelah shalat
Dzhuhur kerjakan satu paket lagi dan begitu seterusnya. Jadi kalau sehari dapat
lima paket, untuk mengejar 365 hari, bisa diselesaikan dalam hitungan 73 hari,
atau dua bulan setengah.
Cara Kedua : Paket
Shalat Sejenis
Berbeda dengan cara
pertama, cara ini adalah melakukan shalat yang sejenis berkali-kali. Misalnya
kita mau mengganti shalat shubuh, maka kita kerjakan shalat shubuh 2 rakaat
hingga salam, kemudian berdiri lagi untuk shalat shubuh lagi, dan begitu terus
menerus. Mungkin dalam satu paket bisa saja terdiri dari 10 kali shalat shubuh,
atau boleh juga 20 kali, 30 kali, atau kalau kuat ya 100 kali pun boleh.
Waktunya juga tidak
harus terikat dengan waktu shubuh, boleh dikerjakan di waktu Dzhuhur, Ashar,
Maghrib, Isya dan juga Shubuh itu sendiri.
Dari kedua cara di
atas, mungkin bisa juga dikombinasikan antara keduanya. Tetapi yang paling inti
adalah bagaimana caranya kita bisa melunasi hutang sebelum malaikat Izrail
datang. Sebab kalau dia keburu datang, sementara hutang kita belum lunas
terbayar, bisa celaka tujuh belas.
Maka bayarlah segera
semua hutang dan jangan khawatir kalau lebih. Yang kita khawatirkan kalau
kurang, sebab membayarnya nanti di neraka dengan cara dibakar sampai hangus,
lalu
dibuatkan lagi kulit untuk sekedar dibakar lagi, dan begitu seterusnya.
Jadi masih lebih
mending kalau membayar lebih, karena tidak akan sia-sia, malah jadi pahala yang
memberatkan timbangan amal. Aturan tadinya di surga kelas rakyat, karena punya
banyak tambahan pahala, maka levelnya naik menjadi kelas VIP.
Itu saja prinsipnya,
semoga tercerahkan.
Ini nih video dakwahnya. Disimak ya !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar